a blog by Galuh

a blog by Galuh

Besok Hari Sabtu

Besok Hari Sabtu

 

Tanah itu ditemukan melalui penelusuran berbulan-bulan dan dilakukan secara acak. Mengisi Sabtu dengan berpindah-pindah melihat dan melacak dari selatan yang barat hingga selatan yang timur. Dari lahan yang antah hingga yang berantah maupun yang bersejarah. Mengendarai roda empat sambil membawa rantang dan tikar atau dadakan saja menyalakan motor berjalan sambil melangut. Menelusuri pepohonan pinus sampai nyasar di kumpulan awi. Acak-acakan yang mengarah pada satu tujuan untuk memenuhi impian-impian tentang membangun yang entah apa. Yang penting dimulai dari kosong.

Semak-semaknya tinggi, alang-alang di bagian atas dan di bawahnya rumput teki. Setidaknya menghabiskan lima hari pemangkasan manual agar lahan itu bisa dilihat konturnya. Dua per bagian rata, sepertiganya lagi dapat dijejak dengan cara menanjak. Ada lubang.

Di puncak perbukitan yang tampak tenang, dengan pepohonan rimbun dan kicau burung, katanya masih ada lutung. Tiba-tiba ada lubang di bagian lahan yang tinggi tertekan oleh batu besar. Tidak terlihat ujud batu seperti apa yang mengisi lubang sedalam satu setengah meter dengan lebar diameter sepanjang badan manusia. Jangan-jangan batu itu hanya karangan? Jangan-jangan cerita tentang batu itu diada-adakan saja? Bagaimana cara mengeluarkan onggokan batu keras yang melubangi sebidang tanah. Dibayangkan paling tidak butuh tiga orang berpelukan untuk dapat merengkuh batu tersebut. Dan lebih banyak lagi orang untuk bisa mencongkelnya.

Acak-acak harapan tentang memulai sesuatu dari yang rata dan kosong pun buyar. Ia harus bermanuver dengan undakan, dengan kuatnya akar rumput, dan dengan lubang. Lubang yang perlu diisi dengan jeramikah, dengan pasirkah, tanahkah, atau bubuk-bubuk obat yang membuat lahan menjadi kuat menopang pondasi yang akan didirikan.

Yang pasti tanah itu akan ia rawat, bahkan diobati agar alang-alang tak mengganggunya lagi. Menurut resep ahli sehari dua kali, pagi dan malam. Di lain bulan tiga obat dijadikan satu supaya tidak lagi mendengar suara-suara yang tidak perlu. Suara di balik pepohonan dan rimbun rambut di belakang telinga. Yang ternyata telah sejak lampau datang-datang, kadang terdengar sangat dekat kadang arah suaranya dari balik dedaunan pintu.

Kurang lebih demikianlah pertemuannya dengan Nyaah. Kita mirip-miripkan saja dengan cerita ia menemukan tanah. Bagi Nyaah ia bukan Sisifus yang mendorong batu ke atas puncak. Namun menjadi pemutus apakah batu perlu dipecah sehingga bisa berguna buat membangun jalan. Atau digulingkan saja dan lupakan. Ditambah lagi masih harus berpikir menyiapkan penjaga agar mengawasi lubang yang telah ditimbun tanah dan obat agar memadat. Banyak sekali yang harus ia pikirkan.

Besok hari Sabtu dan seperti biasa ia mengajak mengunjungi tanah itu. Tapi ini hari Jumat dan kita kehabisan obat.



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.