a blog by Galuh

a blog by Galuh

Memasak Setnov

Memasak Setnov

Setelah beres menyiangi sayuran dan bahan-bahan memasak sayur lodeh mengambang riang di dalam panci, saya berdiri santai sambil scrolling down Instagram. Yah memasak itu pekerjaan, nonton kehidupan sehari-hari orang lain melalui Instagram itu leha-leha. Seorang teman yang terhitung jarang berbagi melalui IG stories menjepret foto selfie saat sedang berada di ruang redaksi tempatnya bekerja sambil mengacungkan tangan bersorak “Horeee, Setnov tersangka!” Buru-buru saya langsung menyalakan televisi.

Oh yes, breaking news di hampir semua saluran televisi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadakan konferensi pers mengumumkan tersangka kesekian dalam kasus korupsi E-KTP. Sambil mengaduk santan yang baru dituang, saya melirik memantau berita di televisi. Perasaan campur aduk menyeruak, kombinasi antusiasme yang senang dan miris sekaligus.

Proyek E-KTP senilai 5,9 triliun rupiah, negara merugi 2,3 triliun rupiah karena praktik korupsi. Bukan main-main nilainya. Dengan uang sebanyak itu, tinggal merem mau sekolahin anak-anak sampai ke ujung dunia juga. Pemerintah berusaha bercanggih-canggih dengan meng-elektronik-kan sistem pendataan penduduk, tapi proyek ini malah jadi objek korupsi. Ya pelakunya harus ditangkap dong. Penduduk diminta patuh untuk mengikuti proses pembuatan E-KTP, lha kok malah duit proyeknya jadi sasaran pejabat dan politishit untuk merengguk dana entah buat apa. Apakah kekayaan pribadi ataukah keperluan partai. Namun melihat ramainya pelaku yang didakwa dan disangkakan, apakah anda percaya korupsi dana proyek E-KTP semata untuk memperkaya individu?

Berapa banyak sih orang yang terlibat dalam kasus E-KTP ini? Banyak pak, bu. Setidaknya ada 200-an saksi individu termasuk beberapa perusahaan pengadaan yang diperiksa. Anda dirujuk oleh RW atau Kelurahan untuk mengurus E-KTP? Sudah jadi? Mulus prosesnya? Jangankan membuat E-KTP yang merupakan proyek baru, berniat baik memasukkan data diri ke Lembaga Kependudukan saja ada aja cobaannya, yekan? Mulai dari tingkat bawah sampai tingkat atas. Coba berbagi pengalaman bapak-ibu sekalian dalam membuat KTP atau Kartu Keluarga? Tidak yakin prosesnya selancar jalan tol Cikampek-Palimanan.

Boro-boro mempercanggih sistem pendataan penduduk dengan E-KTP, wong dana proyeknya saja dikorupsi. Rakyat serba digantung dengan ketidakpastian. Mau manut sama peraturan dan program pemerintah, lha pejabatnya begitu. Bingung yes. Apa dikira korupsi ini cuma masalahnya elit? Engga pengaruh gitu ke rutinitas kita sehari-hari? Tidak penting buat bapak-ibu yang sehari-hari “cuma” kerja cari duit, masak mikirin gizi keluarga, dan ngurus anak? Wew! Menghabiskan waktu di Kelurahan dan Kecamatan untuk urus KTP itu pedih, Jenderal! Bikin leher sakit. Dibela-belain demi masa depan keluarga.

Miris banget! Berapa banyak lagi koruptor yang harus ditangkap supaya kita merasa berhasil dalam membela negara? Setiap melewati gedung KPK, apakah anda melihat harapan ataukah anda melihat ironi? KPK bisa jadi merupakan tautan masyarakat akan penumpasan kasus-kasus korupsi yang melanda negeri ini. Ia menjadi harapan. Two sides of a coin, ia sekaligus ironi. Karena saking akutnya kasus korupsi di negeri ini, diperlukan sebuah komisi khusus untuk menanganinya. Diperlukan sebuah gedung megah berlantai 9 untuk mengurusi persoalan ini.

Ya memang sih, semakin menua seseorang engga akan bisa menikmati rasa senang semata hanya senang. Suka ada campur getir gitu di dalamnya. Agak miriplah rasanya sama sayur lodeh ini, manis, gurih, ada pahit-pahitnya sedikit. Saya senang Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) sekarang statusnya tersangka, tapi ya sedih juga sih. Rasanya ga habis-habis kasus korupsi di negeri ini. Hiks!



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.